RANTAU
1 MUARA
By:Alifian
Naufal Ravi Hidayat
Resensi Novel Rantau 1 Muara
Penulis
:Ahmad Fuadi
Penerbit :PT.Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta
Alamat Penerbit:Jl.Palmerah Barat 29-37
Cetakan :Mei, Jakarta, 2013
Jumlah Halaman:407 halaman
Novel Rantau 1 Muara adalah Buku ketiga dari trilogy
Negeri 5 Menara karangan Ahmad Fuadi. Buku ini menceritakan tentang kisah-kisah
dan perjalanan hidup Alif untuk menggapai cita-citanya, tentang masa-masa
sulitnya, kisah cintanya, serta kesuksesan pada akhirnya. Setelah lulus kuliah
jurusan hubungan internasional Unpad, dan pendidikan S-1 di Singapura, dengan
segera ia mencari pekerjaan sesuai dengan keinginannya. Kepercayaan dirinya
mulai menggelegak. Sudah separuh dunia ia kelilingi, bakat menulisnya yang
hebat, tulisan-tulisannya yang sudah tersebar banyak di media-media, Perusahaan
mana yang tidak tergiur untuk merekrutnya?
Namun, Alif lulus di saat yang tidak tepat, tepatnya pada
saat krisis moneter pada tahun ’98, serta reformasi, membuat lapangan pekerjaan
sulit untuk dicari. Setelah itu, ia bertemu dengan Randai, sahabatnya ketika di
kampung. Sindirannya karena Alif belum juga mendapatkan perkerjaan membuat
semangatnya menjadi berapi-api. Mereka pun berkompetisi untuk mendapatkan
Pendidikan S-2 di Negara idaman mereka. Hari-hari berlalu, Alif belum juga mendapatkan
pekerjaan. Lamaran kerjanya kepada perusahaan-perusahaan yang ia lamar juga di
tolak. Lalu, ia teringat dengan “mantra” ketiga, yaitu “man saara ala darbi
washala”(siapa yang berjalan di jalannya akan sampai di tujuan).
Secercah harapan muncul ketika Alif diterima menjadi
wartawan di majalah Derap di Jakarta. Disana, ia berkenalan dengan Pasus, yang
menjadi rekan kerjanya dan sahabatnya selama berkerja di majalah Derap, dan
Dinara, yang nantinya akan menjadi belahan jiwanya. Alif yang sebelumnya ingin
mendapatkan beasiswa fulbright scholarship untuk pendidikan S-2, akhirnya
mengikuti serangkaian tes dan wawancara, pada akhirnya, ia lulus dan
diberangkatkan ke Amerika.
Akhirnya, takdir menerbangkan Alif ke Washington D.C.
Betapa bahagianya Alif, sesuai dengan cita-citanya sebelumnya, bahkan ia
melampaui Randai. Disana, ia berkenalan dengan Mas Garuda, ustad Fariz, dan
lainnya. Mas Garuda menjadi sahabat barunya disana. Selama ia menempuh
pendidikan disana, tak lupa ia menelpon Amak, dan juga Dinara, hubungan mereka
pun semakin dekat. Setelah setuju menikah, Alif pulang kembali ke Negeri
tercinta dengan berbahagia.
Setelah
menikah, Alif mengajak Dinara ke Amerika dan mereka hidup bahagia disana. Alif
juga mendapatkan pekerjaan yang mapan. Kemudian, hal yang tak diduga terjadi.
Di tengah kebahagiannya bersama Dinara di Amerika, ia dilanda kesedihan
mendalam. Pada tanggal 11 September 2001 terjadilah sebuah tragedy yang
menewaskan ribuan orang, termasuk sahabatnya sendiri, Mas Garuda. Hari-hari
berlalu, Alif dan Dinara memutuskan untuk kembali ke negeri tercinta,
Indonesia.
”Hari ini pula, di atas pesawat yang menerbangkan
aku dari Washington DC ke Jakarta, aku rosok ujung lipatan dompetku dan aku
tarik sehelai kertas tua berlipat-lipat kecil. Tiga barisan tulisan
tangan itu masih jelas tertera di kertas yang menguning ini. Tiga baris yang
menjadi dayung-dayung hidupku selama ini.”
Man jadda wa jadda
Man shabara zhafira
Man saara ala darbi washala”.
Kelebihan buku ini
antara lain:
Gaya bahasa dan penulisan
yang mudah dimengerti dan dipahami
Cerita yang memotivasi
yang membakar semangat juang
Kisah yang inspiratif
Kaya kosa-kata
Pendeskripsian suasana saat
itu sangat mendetail
Buku yang tidak terlalu
tebal namun memiliki kualitas yang sangat baik
Pujian dan Kritikan
Buku
ini merupakan salah satu novel terbaik yang pernah saya baca. Tak
henti-hentinya saya kagum akan karya sastra mengagumkan ini. Buku berjenis
Novel fiksi imajinasi ini sungguh benar-benar berbeda dari kebanyakan novel
fiksi lainnya. Memiliki gaya bahasa dan penulisan yang mudah dimengerti atau
dipahami. Kata-kata yang ditulis menggunakan hati, sehingga menyentuh hati. Selain
itu, pendeskripsian atau penggambaran suatu peristiwa, seseorang atau suasana
saat itu sangat mendetail namun tidak berlebihan.
Membuat
pembaca seolah-olah masuk kedalam cerita tersebut. Kisah-kisahnya yang sangat
inspiratif dan memotivasi pembaca. Khususnya mantra-mantranya seperti “Manjadda
wajada”, “Man shabara zhafira”, dan “man saara ala darbi washala”. Halamannya
pun tidak terlalu tebal, karena jika terlalu tebal akan sangat membosankan.
Cara penulisan di buku ini mengalir, jernih dan lugas, sehingga membuat pembaca
dengan nyaman membacanya dan menyerap setiap pesan moral yang terkandung. Selain
itu, banyak pesan moral atau ajaran islam yang terkandung didalamnya, namun
buku ini dikemas sedemikian rupa dengan sangat baik. Dengan banyaknya pesan
moral kehidupan, makna kehidupan, dan inspirasi untuk pembaca, buku ini layak
untuk dibaca semua kalangan, semua umur, dan muslim, maupun non-muslim.
Tidak
ada kritikan yang saya tulis, karena saya kira buku ini sudah sempurna.
Tokoh-Tokoh Rantau 1
Muara:
Alif: Tokoh utama dalam cerita ini, Berasal
Minang di kampung dekat danau Maninjau. Sejak kecil Alif diajarkan
kesederhanaan, kemandirian, dan belajar untuk menghidupi keluarganya. Pada
awalnya menolak permintaan ibunya untuk melanjutkan pendidikan di PM Madani,
akhirnya menjadi sadar betapa pentingnya ilmu dunia dan akhirat. Memiliki
cita-cita yang tinggi, dan ingin berkuliah dan menempa pendidikan sampai
jenjang tertinggi di luar negeri. Selalu berkompetisi dengan sahabatnya Randai
untuk menjadi yang terbaik diantara mereka berdua. Saat bekerja di DERAP,
berkenalan dengan Dinara yang kemudian menjadi belahan jiwanya.
Dinara:
Berasal dari Jakarta, gadis gaul dan cerdas yang kemudian menambat hati
Alif. Berasal dari keluarga
kaya yang sangat bertolak belakang dengan Alif, Memiliki darah Minang berasal
dari Ayahnya. Setelah lulus kuliah, ia melamar pekerjaan di DERAP. Kemudian
bertemu dan berkenalan dengan Alif. Setelah menikah, mereka berdua tinggal di
Washington D.C. menjadi saksi tragedi 11 September 2001.
Randai: Berasal dari Minang di kampung dekat danau
Maninjau. Menjadi sahabat Alif sejak kecil, mengidolakan B.J Habibie yang saat
itu mengharumkan bangsa dengan membuat pesawat terbang. Berkuliah di ITB, dan
menggapai cita-citanya yaitu mengenyam pendidikan di Eropa
Pasus: Sahabat dan rekan kerja Alif ketika di
Derap. Mengalami masa-masa sulit, kebahagiaan dan suka duka bersama. Menyukai
music dangdut dan lagu-lagu Iwan fals.
Garuda: Memiliki nama asli Budi, berasal dari
ponorogo. Tinggal dan bekerja di Amerika untuk menghidupi keluarganya. Menjadi
sahabat Alif di Amerika, berjasa dan banyak membantu Alif. Lalu mereka berpisah
saat Tragedi 11 September 2001. Salah satu dari ribuan korban jiwa di tragedi
tersebut.
Raisa: Teman saat studi banding ke Canada dulu.
Sempat menambat hati Alif, tapi kemudian hilang karena Raisa akhirnya bertunangan
dengan Randai, sahabatnya sendiri.
Amak: Ibu Alif, sangat berjasa karena telah
memaksa Alif untuk melanjutkan pendidikan di PM Madani. Jika tidak, Alif tidak
akan pernah mendapatkan ilmu-ilmu dunia dan akhirat yang berharga serta
mimpi-mimpinya dan cita-citanya yang sudah digapai saat dewasa.
“Man jadda Wajada”
Siapa yang
bersungguh-sungguh maka ia akan berhasil.
“Man shabara zhafira”
Siapa yang bersabar
akan beruntung.
“Man saara ala darbi
washala’
Siapa yang berjalan di
jalannya akan sampai di tujuan.
Sekian dan Terima
kasih.
No comments:
Post a Comment