Thursday, May 8, 2014

Resensi Buku Novel Rantau 1 Muara


RANTAU 1 MUARA
By:Alifian Naufal Ravi Hidayat

Resensi Novel Rantau 1 Muara
Penulis                 :Ahmad Fuadi
Penerbit      :PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Alamat Penerbit:Jl.Palmerah Barat 29-37
Cetakan        :Mei, Jakarta, 2013
Jumlah Halaman:407 halaman

            Novel Rantau 1 Muara adalah Buku ketiga dari trilogy Negeri 5 Menara karangan Ahmad Fuadi. Buku ini menceritakan tentang kisah-kisah dan perjalanan hidup Alif untuk menggapai cita-citanya, tentang masa-masa sulitnya, kisah cintanya, serta kesuksesan pada akhirnya. Setelah lulus kuliah jurusan hubungan internasional Unpad, dan pendidikan S-1 di Singapura, dengan segera ia mencari pekerjaan sesuai dengan keinginannya. Kepercayaan dirinya mulai menggelegak. Sudah separuh dunia ia kelilingi, bakat menulisnya yang hebat, tulisan-tulisannya yang sudah tersebar banyak di media-media, Perusahaan mana yang tidak tergiur untuk merekrutnya?
            Namun, Alif lulus di saat yang tidak tepat, tepatnya pada saat krisis moneter pada tahun ’98, serta reformasi, membuat lapangan pekerjaan sulit untuk dicari. Setelah itu, ia bertemu dengan Randai, sahabatnya ketika di kampung. Sindirannya karena Alif belum juga mendapatkan perkerjaan membuat semangatnya menjadi berapi-api. Mereka pun berkompetisi untuk mendapatkan Pendidikan S-2 di Negara idaman mereka. Hari-hari berlalu, Alif belum juga mendapatkan pekerjaan. Lamaran kerjanya kepada perusahaan-perusahaan yang ia lamar juga di tolak. Lalu, ia teringat dengan “mantra” ketiga, yaitu “man saara ala darbi washala”(siapa yang berjalan di jalannya akan sampai di tujuan).
            Secercah harapan muncul ketika Alif diterima menjadi wartawan di majalah Derap di Jakarta. Disana, ia berkenalan dengan Pasus, yang menjadi rekan kerjanya dan sahabatnya selama berkerja di majalah Derap, dan Dinara, yang nantinya akan menjadi belahan jiwanya. Alif yang sebelumnya ingin mendapatkan beasiswa fulbright scholarship untuk pendidikan S-2, akhirnya mengikuti serangkaian tes dan wawancara, pada akhirnya, ia lulus dan diberangkatkan ke Amerika.
            Akhirnya, takdir menerbangkan Alif ke Washington D.C. Betapa bahagianya Alif, sesuai dengan cita-citanya sebelumnya, bahkan ia melampaui Randai. Disana, ia berkenalan dengan Mas Garuda, ustad Fariz, dan lainnya. Mas Garuda menjadi sahabat barunya disana. Selama ia menempuh pendidikan disana, tak lupa ia menelpon Amak, dan juga Dinara, hubungan mereka pun semakin dekat. Setelah setuju menikah, Alif pulang kembali ke Negeri tercinta dengan berbahagia.
            Setelah menikah, Alif mengajak Dinara ke Amerika dan mereka hidup bahagia disana. Alif juga mendapatkan pekerjaan yang mapan. Kemudian, hal yang tak diduga terjadi. Di tengah kebahagiannya bersama Dinara di Amerika, ia dilanda kesedihan mendalam. Pada tanggal 11 September 2001 terjadilah sebuah tragedy yang menewaskan ribuan orang, termasuk sahabatnya sendiri, Mas Garuda. Hari-hari berlalu, Alif dan Dinara memutuskan untuk kembali ke negeri tercinta, Indonesia.




Hari ini pula, di atas pesawat yang menerbangkan aku dari Washington DC ke Jakarta, aku rosok ujung lipatan dompetku dan aku tarik sehelai kertas tua berlipat-lipat kecil. Tiga  barisan tulisan tangan itu masih jelas tertera di kertas yang menguning ini. Tiga baris yang menjadi dayung-dayung hidupku selama ini.”
Man jadda wa jadda
Man shabara zhafira
Man saara ala darbi washala”.


Kelebihan buku ini antara lain:
Gaya bahasa dan penulisan yang mudah dimengerti dan dipahami
Cerita yang memotivasi yang membakar semangat juang
Kisah yang inspiratif
Kaya kosa-kata
Pendeskripsian suasana saat itu sangat mendetail
Buku yang tidak terlalu tebal namun memiliki kualitas yang sangat baik

Pujian dan Kritikan
Buku ini merupakan salah satu novel terbaik yang pernah saya baca. Tak henti-hentinya saya kagum akan karya sastra mengagumkan ini. Buku berjenis Novel fiksi imajinasi ini sungguh benar-benar berbeda dari kebanyakan novel fiksi lainnya. Memiliki gaya bahasa dan penulisan yang mudah dimengerti atau dipahami. Kata-kata yang ditulis menggunakan hati, sehingga menyentuh hati. Selain itu, pendeskripsian atau penggambaran suatu peristiwa, seseorang atau suasana saat itu sangat mendetail namun tidak berlebihan.
Membuat pembaca seolah-olah masuk kedalam cerita tersebut. Kisah-kisahnya yang sangat inspiratif dan memotivasi pembaca. Khususnya mantra-mantranya seperti “Manjadda wajada”, “Man shabara zhafira”, dan “man saara ala darbi washala”. Halamannya pun tidak terlalu tebal, karena jika terlalu tebal akan sangat membosankan. Cara penulisan di buku ini mengalir, jernih dan lugas, sehingga membuat pembaca dengan nyaman membacanya dan menyerap setiap pesan moral yang terkandung. Selain itu, banyak pesan moral atau ajaran islam yang terkandung didalamnya, namun buku ini dikemas sedemikian rupa dengan sangat baik. Dengan banyaknya pesan moral kehidupan, makna kehidupan, dan inspirasi untuk pembaca, buku ini layak untuk dibaca semua kalangan, semua umur, dan muslim, maupun non-muslim.
Tidak ada kritikan yang saya tulis, karena saya kira buku ini sudah sempurna.




Tokoh-Tokoh Rantau 1 Muara:
Alif:      Tokoh utama dalam cerita ini, Berasal Minang di kampung dekat danau Maninjau. Sejak kecil Alif diajarkan kesederhanaan, kemandirian, dan belajar untuk menghidupi keluarganya. Pada awalnya menolak permintaan ibunya untuk melanjutkan pendidikan di PM Madani, akhirnya menjadi sadar betapa pentingnya ilmu dunia dan akhirat. Memiliki cita-cita yang tinggi, dan ingin berkuliah dan menempa pendidikan sampai jenjang tertinggi di luar negeri. Selalu berkompetisi dengan sahabatnya Randai untuk menjadi yang terbaik diantara mereka berdua. Saat bekerja di DERAP, berkenalan dengan Dinara yang kemudian menjadi belahan jiwanya.
Dinara:                Berasal dari Jakarta, gadis gaul dan cerdas yang kemudian menambat hati Alif. Berasal             dari keluarga kaya yang sangat bertolak belakang dengan Alif, Memiliki darah Minang berasal dari Ayahnya. Setelah lulus kuliah, ia melamar pekerjaan di DERAP. Kemudian bertemu dan berkenalan dengan Alif. Setelah menikah, mereka berdua tinggal di Washington D.C. menjadi saksi tragedi 11 September 2001.
Randai:   Berasal dari Minang di kampung dekat danau Maninjau. Menjadi sahabat Alif sejak kecil, mengidolakan B.J Habibie yang saat itu mengharumkan bangsa dengan membuat pesawat terbang. Berkuliah di ITB, dan menggapai cita-citanya yaitu mengenyam pendidikan di Eropa
Pasus:   Sahabat dan rekan kerja Alif ketika di Derap. Mengalami masa-masa sulit, kebahagiaan dan suka duka bersama. Menyukai music dangdut dan lagu-lagu Iwan fals.
Garuda:   Memiliki nama asli Budi, berasal dari ponorogo. Tinggal dan bekerja di Amerika untuk menghidupi keluarganya. Menjadi sahabat Alif di Amerika, berjasa dan banyak membantu Alif. Lalu mereka berpisah saat Tragedi 11 September 2001. Salah satu dari ribuan korban jiwa di tragedi tersebut.
Raisa:   Teman saat studi banding ke Canada dulu. Sempat menambat hati Alif, tapi kemudian hilang karena Raisa akhirnya bertunangan dengan Randai, sahabatnya sendiri.
Amak:   Ibu Alif, sangat berjasa karena telah memaksa Alif untuk melanjutkan pendidikan di PM Madani. Jika tidak, Alif tidak akan pernah mendapatkan ilmu-ilmu dunia dan akhirat yang berharga serta mimpi-mimpinya dan cita-citanya yang sudah digapai saat dewasa.

 “Man jadda Wajada”
Siapa yang bersungguh-sungguh maka ia akan berhasil.
“Man shabara zhafira”
Siapa yang bersabar akan beruntung.
“Man saara ala darbi washala’
Siapa yang berjalan di jalannya akan sampai di tujuan.

Sekian dan Terima kasih.
Ravi Web Developer

No comments:

Post a Comment